![]() |
sumber foto : pinterest.com |
Moment
kebersamaan pasti menjadi mpian dalam menjalankan bahtera rumah tangga. Namun,
tidak semuanya dapat merasakan kebersamaan. Pernikah dijalani dengan terpisah
jarak karena sebuah pekerjaan. Sungguh terasa berat melampau jalan ini. tetapi,
Nahla yakin kalau ini adalah bagian dari rencana Allah. Ia hanya bisa bersabar
dan ikhlas dalam melakoni ketentuan Allah dan percaya bahwa suatu saat nanti
Allah akan memberikan kesempatan untuk menikmati kebersamaan yang sesungguhnya.
Hujan
beserta petir membelah angkasa. Tahun ini rasanya hujan begitu dasyat. Berita di
mana-mana terjadi banjir cukup memilukan hati. Nahla memangku si bungsu yang
asyik mengunyah biskuit kesukaan. Sedangkan, si sulung merapatkan duduknya
ketika suara petir meggelegar. Hati dan pikiran Nahla berkecamuk setiap hujan
turun. Ia teringat akan suaminya yang berada jauh di sana. Seolah hujan membuat
ia merasakan sendu dan khawatir. Ada sesuatu yang sering mengganjal di hati
ketika hujan turun. Apalagi kalau mendapatkan kabar di kota suami juga sedang
turun hujan.
“Ya,
Allah. aku mohon kepadaMu untuk melindungi suamiku di sana. Dia sedang berjuang
mencari nafkah untuk kami. Berkahilah dan selalu jaga dia.” Doa Nahla lirih
tanpa terasa ada bulir bening turun dari matanya.
“Bunda,
kenapa menangis?” pertanyaan Geya putri sulung mengagetkan.
“Bunda,
teringat Ayah dan berdoa kepada Allah SWT untuk selalu menjaga Ayah. Geya juga
rajin mendoakan Ayah ya.” Ucap Nahla seraya mengusap lembut rambut Geya.
“Iya,
Bunda. Aku setiap selesai salat selalu mendoakan Ayah. Oh iya. Bentar lagi
bunda ulang tahun kan. Kira-kira Ayah pulang tidak ya. Hemm, harus pulang dong.
Bunda, minta hadiah apa sama Ayah?” kata Geya.
Nahla
tersenyum. :Bunda, pingin apa ya. Heemmm, kalau Ayah pulang tentu senang jadi
bisa ngumpul bareng saat Bunda ulang tahun. Tetapi, jika pekerjaan Ayah belum
memungkinkan untuk izin pulang, ya tidak apa-apa. Saling mendoakan saja. Waktu
ulang tahunnya tinggal sesok hari. Bunda, belum yakin kalau Ayah bisa pulang. Apalagi
kemarin Ayah bilang untuk minggu ini pekerjaan sibuk sekali.” Nahla
menjelaskan.
“Mungkin
bisa ambil cuti, Bunda. Semoga saja Ayah bisa mengambil cuti. Aku sangat ingin
pas momen ulang tahun Bunda bisa berkumpul. Setiap momen ulang tahun entah itu
ulang tahunku, adek, dan Ayah, dan Bunda pasti kita jarang berkumpul untuk
merayakan.” keluh Geya.
“Eh,
masih bisa video call loh untuk merayakan kebersamaan. Itu namanya bersama
secara virtual, sayang.” Nahla berusaha mencairkan suasana sedih Geya. Meskipun,
sebenarnya hatinya juga berontak untuk meminta kebersamaan segera diwujudkan
dan dikabulkan oleh Allah SWT.
“Bunda,
itu beda. Pokonya tetap berbeda. Nanti aku mau video Ayah minta untuk sempatkan
pulang pas Bunda Ulang tahun. Titik!.” tekad Geya seraya permisi meninggalkan
Bunda untuk mandi.
Nahla,
kembali merenung dan merekam perbincangan dengan Geya. Ia tahu dan paham jika
Geya sangat menginginkan Ayahnya untuk pulang sama seperti dirinya. Sudah hampir
satu tahun belum pulang. Apalagi kadang orang-orang dengan seenak mulut dan
bikin hati larut dalam memikirkan ucapan mereka. Omongan orang-orang itu
akhir-akhir ini sering membuat Nahla jadi tak bisa lelap dalam tidur. Ditambah
lagi beberapa hari ini, suami tak seperti biasanya aktif menghubungi. Sekarang paling
hanya siang ketika waktu istirahat. Jadi, ikut terbawa pikiran yang tidak baik
padahal harusnya percaya dan yakin tidak terjadi sesuatu terhadap suaminya.
Tidak
ada sapaan pagi ataupun pertanyaan perhatian yang dikirim. Whatshap tetap saja
centang satu dan telepon pun tak diangkat. Pikiran Nahla sudah kacau. Akhirnya Nahla
membuat status di WA, ‘ulang tahun kali ini pasti tidak bisa pulang lagi. Padahal
ingin mengenang pertemuan dulu juga dengan sebatang cokelat serta es krim
kesukaan’ ada emoji sedih. Setelah, membuat status ternyata suami sudah on dan pesan
WA sudah dibaca tetapi tidak juga dibalas. Bosan menunggu balasan, Nahla
beranjak memandikan si bungsu. Lalu, ia sendiri pun mandi dan salat.
Malam
terus bergulir. Angin sepoi-sepoi mengiringi malam tanpa taburan bintang hanya
terlihat awan hitam masih menggantung setia. Mungkin hujan akan kembali turun
atau bisa jadi hanya cuaca berawan saja. Anak-anak sudah siap untuk menikmati
hangatnya selimut dan empuknya kasur. Si bungsu meminta Nahla untuk membacakan
cerita kesukaannya. Kalau Geya sudah dari tadi membaca komik kegemaran dan
malah sudah tidur setelah menyelesaikan dua komik. Nahla menggendong si bungsu
untuk pindah kamar. Sebelum meninggalakan kamar Geya, Nahla menyelimuti,
bacakan doa, dan mengganti lampu dengan lampu tidur.
“Selamat
tidur anak solehah.” Nahla mengecup kening Geya. Seperti merasa ada yang mencium
membuat tubuh Geya menggeliat tanda respon sayang untuk Bundanya. Nahla pun
mengusap kepala Geya penuh kasih sayang.
Giliran
si bungsu yang sudah beberapa kali menguap. Nahla menidurkan sambil bersholawat
setelah selesai membacakan satu cerita. Tidak berapa lama sudah terlelap
memeluk boneka bebek kesayangan. Kini, Nahla sendiri dalam dekapan malam sunyi.
Kembali membuka ponsel tetapi belum juga ada balasan. Di benaknya jika besok
pas ulang tahun belum juga ada balasan dan kabar dari suami. Ia berencana untuk
mengirim pesan banyak atas kedongkolan hati. Biar sekarang ia simpan dulu
segala yang berkecamuk di dada.
Nahla
belum juga mengantuk padahal jam dinding sudah menunjukkan hampir pukul 12
malam. Ia sandarkan tubuhnya dan terus berusaha memejamkan mata. Sewaktu Nahla
mulai merasakan kantuk tiba-tiba ponselnya berdering. Nahla melihat nama sang
suami yang call.
“Malam
begini telepon. Ini sudah jam 12 malam lewat, seharusnya dari tadi. Habis
ngapain? Sibuk.” Nahla tak tahan menahan kesal hatinya. “ Aku ngantuk, mau
tidur. Kenapa pesan WA tidak dibalas. Tidak telepon.”
Sang
suami masih mendengarkan kekesalan Nahla. Setelah tidak ada lagi ocean Nahla. Dia
berkata, “ Tolong, bukakan pintu depan. Ini dingin di luar. Sengaja tidak
memberi kabar dan balas pesan WA. Beri surprise untuk istri tercinta yang
sedang ulang tahun. Selamat ulang tahun, sayang. Hadiahnya ada di depan rumah
loh.”
Nahla
belum sadar dan baru beberapa menit kemudian melangkahkan kaki untuk membuka
pintu depan setelah sang suami menyadarkan kembali melalui telepon. Nahla,
mematung melihat suaminya datang di tengah malam pas di hari ulang tahunnya. Pikiran
buruk yang tadi bergelayut ternyata salah. Suaminya sekarang ada didepannya
memberikan sebatang cokelat dan sekotak es krim persis seperti di status WA
yang ditulisnya.
Cerita ini adalah fiksi yang dikutsertakan dalam lomba Blog Menulis Fiksi “Ulang Tahun”yang diselenggarakan oleh Komunitas Blogger Semarang Gandjel Rel. Link ke http://www.gandjelrel.com/
Be First to Post Comment !
Posting Komentar