Puisi Essai : Kabut Kelam di Gunung Lurah

Selasa, 25 Februari 2020

/1/

Udara pagi menelusup ke tulang-tulang
Daun-daun menyapa malu
Nayanyian pagi nan merdu mengalun sahdu
Pohon-pohon berjejal penuh sesak menghiasai cakrawala
Pulau-pulau nan indah bertengger di bumi pertiwi nan kaya.

Sungguh rangkaian mutiara yang mengagumkan
Seperti kata orang “ Negeri ini adalah surga. Ya  biji yang hanya dilempar bisa tumbuh”
Indonesia,negeri kaya raya. Negeri yang di anugrahi Allah kekayaan alam yang melimpah
Ya dari Sabang sampai Merauke terbentang perhiasan maha karya nan indah,
Lanskap yang tak akan pernah habis.

Menjadikan negeri ini ukiran keindahan dunia
Menghentakkan detak takjub penghuni-penghuni dunia
Oh sungguh lukisan kehidupan yang mengesankan
Masyarakat yang loh jinawi
Perhiasan jati diri bangsa ini.

/2/

Keindahan dan kekayaan negeri ini menggetarkan setiap jiwa
Seperti kisah-kisah heroik penghuninya
kisah-kisah perjuangan dalam memperjuangkan hidup,misalnya
atau kisah-kisah yang menggetarkan nurani jiwa.

Tak pernah terbesit dalam angan-angan akan kepedihan.
Namun ini kisah yang bergumul di negeri yang kaya nan elok ini.
Ya inilah kehidupan dunia.
Kalau di akhirat tak ada kehidupan yang susah memilukan hati
Hanya kebahagiaan yang akan menyambut setiap mimpi.

Terdengar kicauan burung pagi menyeruak dalam pilinan hembusan angin.
Desa-desa nan subur bergerumbul di kaki gunung juga di tepian pantai.
Hutan-hutan hijau bertaburan bak kain terbentang
Sungguh mempesona dipandang mata.

Kisah ini memilukan hati.

Bulan April tahun 2013.
Anak kecil ini menyibak kisah sedih
Menggugah hati dan membuka mata ini
Tasripin,sebuah nama yang kuat menggema di media.
Sontak menjadi selebriti kecil.
Penghias media massa.

Siapa dia? Ada apa dengan dia? Kenapa dia?
Pertanyaan yang menggelantung mesra dalam pikiran.
Orang-orang menggema menyebut namanya; Tasripin!

Bocah berusia 12 tahun ini menyita perhatian.
Tinggal di kaki gunung Slamet; jangkauan lumayan sulit.
Mengingat akses jalan ke tempatnya butuh perjuangan ekstra.
Dusun terpencil, dikelilingi oleh hutan-hutan.
Jauh ya... jauh bila ingin ke kota kecamatan atau kabupaten. Pinggiran ya pelosok.
Ada celetukan;kampung udik. Jalannya belum tersentuh aspal;angkutan desa tak ada.
Berjarak 30 kilometer arah barat dari kota Purwokerto.

Tapi bagi Tasripin,dusun ini tetap indah dan mempesona.
Tak ada yang tahu siapa Tasripin
Tak tahu dengan kehidupannya
Tak pernah terungkap sebelumnya
Iya tak pernah terbayangkan sebelumnya,memang.

/3/

Tasripin oh Tasripin
Namamu membahana,getarkan sukma jiwa
Usianya terbilang muda; 12 tahun,namun tanggung jawab sudah dibebankan di pundaknya.
Tanggung jawab berat menggantung dalam kehidupannya.
Usia yang seharusnya diwarnai dengan keindahan dunia.
Berkecimpung dengan fantasi dan mimpi-mimpi,bukan beban bekerja.

Anak-anak seusianya diluar sana asik memainkan kehidupan.
Tapi apa yang terjadi dengannya?
Nasibnya tak seberuntung anak-anak diluar sana; kemiskinan menghampirinya.
Beban berat bertengger di bahunya.

Sekitar 1 tahun –
Duka menyelimuti hatinya.
Ibu yang dia kasihi pergi menjemput mimpi sang illahi
Ketika longsor merenggut nyawanya –
Waktu itu,ibu tengah mencari pasir di pinggiran sungai tapi longsor tiba-tiba datang.
Tubuh ibu tertimbun longsoran,nyawanya tak tertolong.

Kini belaian lembut dan cinta ibu terungkap dalam angan
Kasih sayang ibu tak dirasakan lagi.
Ibu penopang keluh kesah telah pulang merengkuh kasih ilahi.

Besar dalam lubuk hatinya, ibu adalah sosok yang selalu menghiasi sanubari.
Dia akan selalu mengingat beliau dalam untai doa indah setiap sujudnya;

Ya Allah... Ya Rabb...
Engkau yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Engkau maha segalanya. Penguasa langit dan bumi.
Ampunilah segala dosa ibu. Maafkanlah kesalahan-kesalahan ibu.
Tempatkanlah Ibu di tempat paling indah yang engkau miliki
Tempatkan bersama orang-orang yang engkau cintai
Berilah keindahan yang engkau punya;engkau maha indah
Aku percaya,setiap tetesan embun nirwana akan menyejukan hambaMu
Rengkulah ibuku dalam pelukanMu
Hiasilah tempat tinggalnya kini dengan cahayaMu
Karena beliau sosok ibu yang mengagumkan –
Mengajarkan kami akan cinta dan kasih sayangMu.

Aku tahu dan sangat mengerti;kalau ibu melihat kami dengan senyuman terindah –
Seraya bergumam lirih Ibu akan bangga melihat perjuanganmu,nak!”

Doa bocah kecil. Doa bakti seorang anak kepada orang tua.
Satu rangkaian doa terbang tinggi menyelusup singgasana illahi.

Guliran waktu telah berlalu. 1 tahun sejak ibu meninggal telah dilewati.
Ada buncahan hati mendekam. Namun hanya mengadu dalam diam.
Tak kuasa mengungkapkannya. Dia hanya memendam dalam lara.

Bapak yang dia kasihi pergi mencari sesuap nasi di rantau; Kalimantan.
Karena dusun ini belum mampu menjanjikan nafkah lebih.
Dengan terpaksa meninggalkan sejuta senja untuk dia maknai sendiri.
Ada gumaman lirih menerpa hati dan pikirannya;
“Bapak,aku tak sanggup hadapi semua ini. Pulanglah Pak!”
Gumaman lirih itu belum terjawab,hanya penantian membeku menghiasinya.

Kini tanggung jawab meski berat terasa harus siap dia jalankan.
Ibarat perintah atasan tanpa harus dikomando ulang. Siap laksanakan!

/4/

Tanggung jawab tak semua orang bisa melaksanakan dengan baik.
Tasripin,dia patut mendapat dua acungan jempol sekaligus dari setiap orang.

Anak hebat. Anak yang bertanggungjawab. Anak yang sabar dan ikhlas.
Jarang mengucap kata menyerah,putus asa atau bahkan manja –
Ah manja. Tidak bisa untuk bermanja-manja. Mau manja ke siapa?
Ibu tiada, Bapak tak ada.

Dia menghadapi sendiri setiap persoalan.
Dia juga benar-benar menjalankan tugas dengan baik.
Tugas dia tak mudah. Tugas dia tak ringan. Tugas dia berat.
Tugas yang dia emban mungkin tak bisa dilaksanakan oleh anak seusianya diluar sana.

Sebuah tugas mulia. Kalau dia seorang atlet pasti emas sudah bergelantung di lehernya –
Tidak hanya satu mendali emas tapi puluhan atau ratusan.
Sebagai bentuk penghargaan atas sebuah prestasi yang diraih.
Tapi,apa daya tangan tak mampu meraih; terlalu sulit untuk dicapai.
Jauh terjangkau oleh tangan mungilnya –
Aku tak mampu menggapainya. Uh ini mimpi belaka,pikirnya.
Tugas mengasuh tiga orang adik yang masih kecil tanpa ada orang tua.
Sungguh hatinya terbentuk dari cahaya kemilau berlian,menakjubkan.
Adik-adik mungilnya; Dandi (7 tahun), Riyanti (6 tahun), dan Daryo (4 tahun)
Hidup bersama tanpa ada pendampingan dari orang tua.
Ditinggal sendiri. Dibiarkan sendiri –
Memprihatinkan!

Adik-adik kecil yang malang. Tanpa ada kepastian menghampiri.
Hidup dalam keterbatasan; tanpa sarana prasarana apapun; potret kemiskinan.
Keinginan kecil; Ingin menonton televisi namun tak punya.
Tak ada daya untuk bisa memiliki kotak ajaib itu.

Namun jiwa-jiwa mereka sesak dengan bunga persaudaraan;
saling mengasihi dalam kesederhanaan. Jalinan kasih nan indah.  
Pastinya,mereka akan selalu mengingat kasih sayang seorang kakak.

Ini syair doa mereka untuk kakak tercinta;

Ya Allah...
Engakau maha mendengar,melihat,dan pengampun.
Berilah selalu kesehatan,ketabahan untuk kakak kami; untuk kami juga.
Dia sudah mau menyisihkan waktu untuk mengurus kami
Tak pernah lelah menemani kami
Tak pernah benci dengan kenakalan-kenakalan kami
Tak pernah membentak,marah pada rajukan kami; ketika kami rewel.
Kami kadang menjengkelkan buat kakak
Tapi kami tahu dan sangat paham,kakak begitu lelah
Ya Allah...
Dengarlah doa kami. Kami mohon,jadikan hidup kami lebih baik; kabulkan permohonan ini.
Untaian doa ini tanda kasih kami untuk kakak tercinta. Amin.

Mengingat ketelatenan,kesabaran,keikhlasan,bimbingan dan sejuta kasih dia.
Mereka akan selalu mematri setiap jengkal pengorbanan itu.
Mereka akan selalu mengingat perjuangannya.

Dia bergitu berharga di mata mereka.
Dia pahlawan bagi mereka.
Mereka mungkin terkadang tak bisa memahami arti hidup ini.
Terlalu sulit tuk maknai semua kehidupan ini; lelah dengan penderitaan dan kemiskinan.
Tapi mereka paham bahwa kau adalah kakak yang baik.
Takkan melupakan jasamu sampai kapanpun.
Mereka menyayangimu seperti dia menyayangi kalian.

Dia telah berjuang menghidupi mereka; bekerja apapun – serabutan.
Bekerja di sawah; mencangkul. Atau pekerjan apapun asalkan dapat uang.
Dia korbankan setiap mimpi-mimpi indahnya untuk adik-adik terkasih.

Tetesan keringat yang mengalir di tubuhnya sebagai mutiara-mutiara cinta.
Tangan kasarnya bukti dia bekerja keras tuk mencari nafkah bagi mereka.

/5/

Jam 4.30,saat adzan berkumandang. Tasripin sudah bangun.
Tangan kasar nan lembut membangunkan adik-adik tercinta.

Ayo... ayo! bangun. Sholat subuh. Dengar  itu adzan memanggil dari Mushala.
Jangan malas – sambil terus menggoyang-goyang tubuh adik-adiknya bergantian.
Kalau terlewat subuhnya,bisa-bisa ndak mendapatkan berkah gusti Allah lho.
Tasripin terus berupaya membangunkan adik-adiknya.

Anak-anak penurut; memang.
Satu per satu adiknya membuka mata. Sambil menguap tanda masih mengantuk.

Huuuaaahhhmmmm... ngantuk kak. Dingin kak.
Iya kak. Masih ngantuk. Hhhmmmm... dingin.
Keluhan tiap pagi adik-adik mungilnya.

Kak,gendong ya –
Si kecil Daryo merajuk minta gendong.
Dengan penuh kasih,Tasripin menggendongnya.

Lima belas menit kemudian,semua sudah siap.
Menjemput panggilan adzan. Menuju mushala depan rumah.
Inilah salah satu tugas Tasripin sebagai kepala keluarga.
Tidak melupakan kewajiban membimbing dan mendidik adik-adiknya –
kepada sang maha pencipta.
Membekali adik-adik dengan akhlak baik; mengajar mengaji juga.

Mentari mulai mengintip dari balik rimbunan daun-daun.
Mencoba menelisik celah-celah dedaunan.
Tasripin sudah sibuk menyiapkan keperluan adik-adiknya –
Mulai dari memandikan,memasak,menyiapkan makan sampai menyuapi.
Semua aktivitas dilakukan sendiri; tidak ada yang membantu.

Rumah bilik kayu; luas 5x7 meter persegi; satu kamar tidur 3x3 meter persegi.
Dapur dengan tungku berbahan kayu bakar; perabotan sederhana.

Anak-anak zaman sekarang tak mengenal tungku; tak bisa juga menyalakannya.
Sudah dimanja dengan perabotan modern – serba listrik.
Namun,Tasripin dengan cekatan dan piawai memakai tungku itu.

Rumah Tasripin kala hujan menyerbu,pasti bocor mendera –
Sering dia memanjat atap untuk memperbaiki; talang juga diperbaiki sendiri.
Rumah tak layak huni –
Berbeda dengan pemandangan di sebelah rumahnya: rumah gedong lantai keramik.
Seperti langit dan bumi.
Rumah Tasripin dilihat sungguh memprihatinkan.
Atap sudah lapuk dimakan usia tak tersentuh perbaikan.
Menjadikan rumah lembab; tidak sehat.

Yah... bocor. Kapan kita bisa tidur enak ya kak? –
Keluh adik-adik Tasripin.
Sabarlah dik, Insya Allah pasti kita akan menikmati tidur tanpa bocor –
Tasripin membesarkan hati adik-adiknya.
Hemm... tapi sampai kapan seperti ini terus kak.
Bosan!
Keluh adik-adik Tasripin. Tasripin membisu.

Di rumah itu hanya ada 2 buah kursi, 1 meja mengisi ruangan.
Kamar tidur beralas karpet plastik dan kasur lusuh juga kumal.
Lantai semen sudah rusak disana-sini –  Pecah-pecah.
Terbayang betapa dingin kalau malam dan hujan mengguyur.

Jam 5.45  pagi –
Tasripin cekatan memasak air tuk minum; menanak nasi –
Perkerjaan yang selalu menemani tiap pagi datang.
Mencuci pakaian milik sendiri juga adik-adiknya; membersihkan rumah.

Uh... Pegel pinggang ini –
Keluh Tasripin.

Daryo! Daryo! Sini pakai baju.
Ayo sini! – Tasripin memanggil adik bungsunya.
Pakai baju seragamnya ya. Nanti kakak antar ke sekolah.
Nah! Selesai. Ini sepatunya. Kita makan sama-sama yuk.

Ya kak! Kak... nanti beli jajan ya. Daryo pengin jajan mie ramen di warung yu Sarti.
Iya kak! Dandi juga pengin beli jajan. Riyanti juga kak. Beli ya kak.
Kemarin lihat teman-teman jajan jadi pengin. Rengek ketiga adiknya.

Tasripin hanya mengangguk-angguk saja. Pikirannya melambung kemana-mana.
Mana ada duwit?  Tidak ada uang di tangan; Meski harga mie ramen hanya 500 rupiah.
Untuk membayar hutang juga bingung –
Kemarin ambil beras,gula,bumbu dapur dan lainnya di warung yu Sarti tanpa bayar.
Sekarang mau hutang lagi. Tasripin terpekur diam.

Bantuan dari tetangga memang kadang ada; makanan,uang,juga baju.
Mereka juga menawarkan untuk mengasuh;
Tapi Tasripin tidak mau. Memilih untuk mengasuh sendiri adik-adiknya.

Bapak selalu mengirim uang; 800 ribu tiap bulan; membayar listrik dan keperluan lainnya.
Tapi,sebelum kiriman Bapak datang,uang sudah habis.
Ini selalu terjadi dan pasti terulang selalu.

Ya... nanti kakak belikan jajan. Sekarang makan.
Jangan rewel ya. Anak-anak baik mesti nurut dan sabar.
Doakan kakak,nanti dapat rizki banyak.
Daryo, ayo dimakan. Kasihan nasinya nanti menangis lho.
Tasripin membujuk adik-adiknya.

Ah...bosan kak. Makan ini terus; kerupuk! Garam!
Uh...sebel! sebel...
Iya kerupuk lagi... kerupuk lagi! Bosan!
Kejadian setiap makan.

Jangan seperti itu. Kita mesti bersyukur hari ini masih bisa makan.
Allah memberi kita rizki. Kita masih punya sisa beras.
Tasripin terus membesarkan hati adik-adiknya.

Tasripin beranjak. Dia mengambil mangkuk berisi mie instan.
Nah,hari ini kita makan istimewa,alhamdulillah kemarin kakak diberi mie sama Bi Warni.
Hore... asik... makan mie. Teriak girang adik-adiknya kompak.
Senyum Tasripin mengembang; lega rasanya.

Tasripin menyayangi adik-adiknya. Dia akan berusaha membahagiakan mereka.
Ya dia bekerja untuk mencukupi kebutuhan.

Tasripin bekerja di sawah; mencangkul sawah milik tetangga.
Mulai bekerja dari jam 7 sampai jam 12.
Dia bisa mengantungi upah 30 ribu sampai 40 ribu; kadang dibayar beras.
Dicukup-cukupkan untuk menutup kebutuhan disisakan untuk jajan adik-adiknya.

Dia tak peduli sengatan matahari membakar kulitnya.
Dia berpikir mendapatkan uang untuk adik-adiknya.

/6/

Bekerja bukanlah sebuah pilihan Tasripin.
Dalam hatinya,dia ingin sekolah.
Tapi apa daya; dia putus sekolah sejak kelas 3 SD
SPP tak mampu dibayar: terlalu mahal baginya.
Padahal masih ingin tetap sekolah.

Bayangan sekolah dipelupuk mata. Menghiasi relung-relung jiwanya.
Sekolah baginya hal yang terlalu jauh dijangkaunya.
Adiknya;Dandi dan Riyanti juga tak sekolah; mereka tak sanggup menghadapi ejekan teman-temanya. Apalagi Riyanti yang sakit;luka di kepala – bahan olok-olokan teman-temannya.
Hanya Daryo yang sekolah di PAUD.

Gedung sekolah di dusunnya hanya untuk PAUD.
Tingkatan yang lebih tinggi lagi harus ditempuh jauh –
Berkilo meter ditempuh untuk menjangkaunya.
Melewati hutan-hutan.

Cita-cita Tasripin menggantung di awang-awang; cita-cita menjadi guru.

Aku masih ingin sekolah. Aku mesti bekerja.
Sekolah mimpi bagiku. Entah kapan aku bisa sekolah lagi.
Tasripin memudarkan impian sendiri.

/7/

13 April 2013
Kebahagiaan datang menghampiri Tasripin.
Ya setelah media memberitakannya; media lokal dan nasional.
Buncahan hati yang terpendam,terungkap riang.
Ada pejabat,ada orang biasa datang menyambangi; silih berganti.
Ada yang memperbaiki rumah, memberi kebutuhan pokok, baju, dan uang.
Mengajak ke panti asuhan; saya tidak mau lah. Saya tetap di sini saja.
Tasripin menolak di bawa ke panti asuhan; mencintai kampung halaman.

Senang,banyak yang datang. Jadi banyak makanan.
Adik-adik jadi tidak rewel. Tasripin girang.

Asik... banyak jajan. Banyak makanan.
Ini apa? makanan apa ini?
Tasripin dan adik-adiknya bertanya pada seorang pejabat datang membawa pizza.
Makanan pizza asing baginya.

Ini namanya pizza. Enak lho. Makanan dari Itali.
Ayo, dicoba. Pejabat itu mengajak makan pizza bersama.

Oh, pizza. Baru dengar namanya,heheheee...

Bantuan-bantuan bergulir kepada Tasripin.
Bocah malang ini bergembira.

Nanti kita nginap di hotel menunggu perbaikan rumah ya.
Sebuah ajakan menghampirinya. Tasripin diboyong ke hotel sementara.
Hotel? Seperti apa rasanya tidur di hotel ya.
Enak tidak tidur di hotel ya.
Tasripin dan adik-adiknya bertanya-tanya.

Sesampai di hotel. Jam menunjuk angka 9.30.
Menginap di salah satu hotel di kota Satria; Purwokerto.
Kasurnya empuk kak. Hore...hore... enak buat jingkrak-jingkrak kak –
Daryo melompat-lompat girang di atas kasur.
Ini baru namanya kasur dan tidur enak; bisa tidur nyenyak kita,kak!
Dingin juga kamarnya,kak. Adik-adik Tasripin bergembira.

Jam 10 pagi. Saat Tasripin sedang bersantai,bercanda.
Masih ada dentuman keras di hati. Tasripin teringat Bapak –
Bapak kok tidak pulang-pulang.
Ketika hatinya sedang gundah; Bapak dan kakaknya muncul menghampiri.
Sontak saja bocah-bocah itu menghambur ke pelukan Bapak.
Bapak!Bapak!Bapak!;kita kangen sama Bapak.
Ada tangis ada suka menyatu dalam indah.

Bapak.. Bapak... jangan pergi lagi. Aku lelah mengurus adik-adik.
Ya Pak.. jangan pergi lagi. Permintaan Tasripin.
Ya,Bapak ndak akan pergi lagi. Bapak janji akan mengurus kalian.
Maafkan Bapak,nak!
Berpelukan,menangis tumpah jadi satu dalam pertemuan itu.
Pertemuan pertama mereka; Mengharukan!

Kini Tasripin bisa benafas lega. Bapak yang dinanti,ditunggu telah kembali.
Tasripin akan mengukir hari-hari indahnya. Keluarga sebagai topangan telah ada.

Kebahagaian lainnya; Tasripin bisa melanjutkan sekolah.
Dia bisa mengukir cita-cita. Menggapai mimpi-mimpi.
Dia juga mendapatkan impiannya; bisa beternak kambing.

Perjuangan melelahkan telah mendapatkan hasil.
Penderitaan berakhir kebahagiaan.
Derita Tasripin sebagai pembelajaran dan pengetahuan.
Ya masih ada Tasripin lainnya.

Kejadian ini sewaktu-waktu menjadi bom; ketika sikap pongah tak peduli.
Menjadi gunung es yang runtuh seketika –
Meruntuhi keserakahan,kesombongan,keangkuhan dan ketidakpedulian.
Nasib penerus bangsa mestinya mendapat prioritas utama.
Ah... nasib... nasib.

Tasripin,kini senyummu menyapa; senyum tulus.
Tuhan sayang hambaNya; Tuhan tak tidur; selalu menepati janji; selalu tahu yang terbaik.



***


1.      Keindahan alam Indonesia mengundang decak kagum. Lukisan keindahan dari Tuhan. Anugrah terindah yang dimiliki dan kebanggaan seluruh rakyat Indonesia. Untuk detailnya bisa di lihat di http://meogg.blogspot.com/ atau http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan-Indonesia.
2.      Pendidikan di Indonesia mengalami perubahan-perubahan. Sekolah-sekolah dirasa mahal. Tidak berpihak kepada orang-orang miskin. Lihat lebih detail di http://riosanginspirator.blogspot.com/2011/09/sekolahnya-manusia-dan-orang-miskin.html dan http://www.goodreads.com/book/show/1999153.Orang_Miskin_Dilarang_Sekolah.





Be First to Post Comment !
Posting Komentar

EMOTICON
Klik the button below to show emoticons and the its code
Hide Emoticon
Show Emoticon
:D
 
:)
 
:h
 
:a
 
:e
 
:f
 
:p
 
:v
 
:i
 
:j
 
:k
 
:(
 
:c
 
:n
 
:z
 
:g
 
:q
 
:r
 
:s
:t
 
:o
 
:x
 
:w
 
:m
 
:y
 
:b
 
:1
 
:2
 
:3
 
:4
 
:5
:6
 
:7
 
:8
 
:9