/1/
Udara
pagi menelusup ke tulang-tulang
Daun-daun
menyapa malu
Nayanyian
pagi nan merdu mengalun sahdu
Pohon-pohon
berjejal penuh sesak menghiasai cakrawala
Pulau-pulau
nan indah bertengger di bumi pertiwi nan kaya.
Sungguh
rangkaian mutiara yang mengagumkan
Seperti
kata orang “ Negeri ini adalah surga.
Ya biji yang hanya dilempar bisa tumbuh”
Indonesia,negeri
kaya raya. Negeri yang di anugrahi Allah kekayaan alam yang melimpah
Ya dari Sabang
sampai Merauke terbentang perhiasan maha karya nan indah,
Lanskap yang tak
akan pernah habis.
Menjadikan
negeri ini ukiran keindahan dunia
Menghentakkan
detak takjub penghuni-penghuni dunia
Oh
sungguh lukisan kehidupan yang mengesankan
Masyarakat
yang loh jinawi
Perhiasan
jati diri bangsa ini.
/2/
Keindahan
dan kekayaan negeri ini menggetarkan setiap jiwa
Seperti
kisah-kisah heroik penghuninya
kisah-kisah
perjuangan dalam memperjuangkan hidup,misalnya
atau kisah-kisah
yang menggetarkan nurani jiwa.
Tak
pernah terbesit dalam angan-angan akan kepedihan.
Namun
ini kisah yang bergumul di negeri yang kaya nan elok ini.
Ya inilah
kehidupan dunia.
Kalau di akhirat
tak ada kehidupan yang susah memilukan hati
Hanya
kebahagiaan yang akan menyambut setiap mimpi.
Terdengar
kicauan burung pagi menyeruak dalam pilinan hembusan angin.
Desa-desa
nan subur bergerumbul di kaki gunung juga di tepian pantai.
Hutan-hutan
hijau bertaburan bak kain terbentang
Sungguh
mempesona dipandang mata.
Kisah
ini memilukan hati.
Bulan
April tahun 2013.
Anak
kecil ini menyibak kisah sedih
Menggugah
hati dan membuka mata ini
Tasripin,sebuah
nama yang kuat menggema di media.
Sontak
menjadi selebriti kecil.
Penghias
media massa.
Siapa
dia? Ada apa dengan dia? Kenapa dia?
Pertanyaan
yang menggelantung mesra dalam pikiran.
Orang-orang
menggema menyebut namanya; Tasripin!
Bocah
berusia 12 tahun ini menyita perhatian.
Tinggal
di kaki gunung Slamet; jangkauan lumayan sulit.
Mengingat akses
jalan ke tempatnya butuh perjuangan ekstra.
Dusun terpencil,
dikelilingi oleh hutan-hutan.
Jauh ya... jauh
bila ingin ke kota kecamatan atau kabupaten. Pinggiran ya pelosok.
Ada celetukan;kampung
udik. Jalannya belum tersentuh aspal;angkutan desa tak ada.
Berjarak 30
kilometer arah barat dari kota Purwokerto.
Tapi
bagi Tasripin,dusun ini tetap indah dan mempesona.
Tak
ada yang tahu siapa Tasripin
Tak
tahu dengan kehidupannya
Tak
pernah terungkap sebelumnya
Iya tak pernah
terbayangkan sebelumnya,memang.
/3/
Tasripin
oh Tasripin
Namamu
membahana,getarkan sukma jiwa
Usianya
terbilang muda; 12 tahun,namun tanggung
jawab sudah dibebankan di pundaknya.
Tanggung jawab
berat menggantung dalam kehidupannya.
Usia
yang seharusnya diwarnai dengan keindahan dunia.
Berkecimpung
dengan fantasi dan mimpi-mimpi,bukan beban bekerja.
Anak-anak
seusianya diluar sana asik memainkan kehidupan.
Tapi
apa yang terjadi dengannya?
Nasibnya
tak seberuntung anak-anak diluar sana; kemiskinan
menghampirinya.
Beban
berat bertengger di bahunya.
Sekitar
1 tahun –
Duka
menyelimuti hatinya.
Ibu
yang dia kasihi pergi menjemput mimpi sang illahi
Ketika
longsor merenggut nyawanya –
Waktu
itu,ibu tengah mencari pasir di pinggiran sungai tapi longsor tiba-tiba datang.
Tubuh
ibu tertimbun longsoran,nyawanya tak tertolong.
Kini
belaian lembut dan cinta ibu terungkap dalam angan
Kasih
sayang ibu tak dirasakan lagi.
Ibu
penopang keluh kesah telah pulang merengkuh kasih ilahi.
Besar
dalam lubuk hatinya, ibu adalah sosok yang selalu menghiasi sanubari.
Dia
akan selalu mengingat beliau dalam untai doa indah setiap sujudnya;
Ya Allah... Ya
Rabb...
Engkau yang maha
pengasih lagi maha penyayang.
Engkau maha
segalanya. Penguasa langit dan bumi.
Ampunilah segala
dosa ibu. Maafkanlah kesalahan-kesalahan ibu.
Tempatkanlah Ibu
di tempat paling indah yang engkau miliki
Tempatkan
bersama orang-orang yang engkau cintai
Berilah
keindahan yang engkau punya;engkau maha indah
Aku
percaya,setiap tetesan embun nirwana akan menyejukan hambaMu
Rengkulah ibuku
dalam pelukanMu
Hiasilah tempat
tinggalnya kini dengan cahayaMu
Karena beliau
sosok ibu yang mengagumkan –
Mengajarkan kami
akan cinta dan kasih sayangMu.
Aku tahu dan
sangat mengerti;kalau ibu melihat kami dengan senyuman terindah –
Seraya bergumam
lirih “Ibu akan
bangga melihat perjuanganmu,nak!”
Doa
bocah kecil. Doa bakti seorang anak kepada orang tua.
Satu
rangkaian doa terbang tinggi menyelusup singgasana illahi.
Guliran
waktu telah berlalu. 1 tahun sejak ibu meninggal telah dilewati.
Ada
buncahan hati mendekam. Namun hanya mengadu dalam diam.
Tak
kuasa mengungkapkannya. Dia hanya memendam dalam lara.
Bapak
yang dia kasihi pergi mencari sesuap nasi di rantau; Kalimantan.
Karena
dusun ini belum mampu menjanjikan nafkah lebih.
Dengan
terpaksa meninggalkan sejuta senja untuk dia maknai sendiri.
Ada
gumaman lirih menerpa hati dan pikirannya;
“Bapak,aku tak
sanggup hadapi semua ini. Pulanglah Pak!”
Gumaman
lirih itu belum terjawab,hanya penantian membeku menghiasinya.
Kini
tanggung jawab meski berat terasa harus siap dia jalankan.
Ibarat
perintah atasan tanpa harus dikomando ulang. Siap laksanakan!
/4/
Tanggung
jawab tak semua orang bisa melaksanakan dengan baik.
Tasripin,dia
patut mendapat dua acungan jempol sekaligus dari setiap orang.
Anak hebat. Anak
yang bertanggungjawab. Anak yang sabar dan ikhlas.
Jarang mengucap
kata menyerah,putus asa atau bahkan manja –
Ah manja. Tidak
bisa untuk bermanja-manja. Mau manja ke siapa?
Ibu tiada, Bapak
tak ada.
Dia
menghadapi sendiri setiap persoalan.
Dia
juga benar-benar menjalankan tugas dengan baik.
Tugas
dia tak mudah. Tugas dia tak ringan. Tugas dia berat.
Tugas
yang dia emban mungkin tak bisa dilaksanakan oleh anak seusianya diluar sana.
Sebuah
tugas mulia. Kalau dia seorang atlet pasti emas sudah bergelantung di lehernya
–
Tidak hanya satu
mendali emas tapi puluhan atau ratusan.
Sebagai bentuk
penghargaan atas sebuah prestasi yang diraih.
Tapi,apa daya
tangan tak mampu meraih; terlalu sulit untuk dicapai.
Jauh terjangkau
oleh tangan mungilnya –
Aku tak mampu
menggapainya. Uh ini mimpi belaka,pikirnya.
Tugas
mengasuh tiga orang adik yang masih kecil tanpa ada orang tua.
Sungguh
hatinya terbentuk dari cahaya kemilau berlian,menakjubkan.
Adik-adik
mungilnya; Dandi (7 tahun), Riyanti (6 tahun), dan Daryo (4 tahun)
Hidup
bersama tanpa ada pendampingan dari orang tua.
Ditinggal
sendiri. Dibiarkan sendiri –
Memprihatinkan!
Adik-adik
kecil yang malang. Tanpa ada kepastian menghampiri.
Hidup
dalam keterbatasan; tanpa sarana prasarana apapun; potret kemiskinan.
Keinginan
kecil; Ingin menonton televisi namun tak
punya.
Tak ada daya
untuk bisa memiliki kotak ajaib itu.
Namun
jiwa-jiwa mereka sesak dengan bunga persaudaraan;
saling mengasihi
dalam kesederhanaan.
Jalinan kasih nan indah.
Pastinya,mereka
akan selalu mengingat kasih sayang seorang kakak.
Ini
syair doa mereka untuk kakak tercinta;
Ya Allah...
Engakau maha
mendengar,melihat,dan pengampun.
Berilah selalu
kesehatan,ketabahan untuk kakak kami; untuk kami juga.
Dia sudah mau
menyisihkan waktu untuk mengurus kami
Tak pernah lelah
menemani kami
Tak pernah benci
dengan kenakalan-kenakalan kami
Tak pernah
membentak,marah pada rajukan kami; ketika kami rewel.
Kami kadang
menjengkelkan buat kakak
Tapi kami tahu
dan sangat paham,kakak begitu lelah
Ya Allah...
Dengarlah doa
kami. Kami mohon,jadikan hidup kami lebih baik; kabulkan permohonan ini.
Untaian doa ini tanda
kasih kami untuk kakak tercinta. Amin.
Mengingat
ketelatenan,kesabaran,keikhlasan,bimbingan dan sejuta kasih dia.
Mereka
akan selalu mematri setiap jengkal pengorbanan itu.
Mereka
akan selalu mengingat perjuangannya.
Dia
bergitu berharga di mata mereka.
Dia
pahlawan bagi mereka.
Mereka
mungkin terkadang tak bisa memahami arti hidup ini.
Terlalu
sulit tuk maknai semua kehidupan ini; lelah
dengan penderitaan dan kemiskinan.
Tapi mereka
paham bahwa kau adalah kakak yang baik.
Takkan melupakan
jasamu sampai kapanpun.
Mereka
menyayangimu seperti dia menyayangi kalian.
Dia
telah berjuang menghidupi mereka; bekerja apapun – serabutan.
Bekerja
di sawah; mencangkul. Atau pekerjan apapun asalkan dapat uang.
Dia
korbankan setiap mimpi-mimpi indahnya untuk adik-adik terkasih.
Tetesan
keringat yang mengalir di tubuhnya sebagai mutiara-mutiara cinta.
Tangan
kasarnya bukti dia bekerja keras tuk mencari nafkah bagi mereka.
/5/
Jam
4.30,saat adzan berkumandang. Tasripin sudah bangun.
Tangan
kasar nan lembut membangunkan adik-adik tercinta.
Ayo... ayo! bangun.
Sholat subuh. Dengar itu adzan memanggil
dari Mushala.
Jangan malas – sambil terus menggoyang-goyang
tubuh adik-adiknya bergantian.
Kalau terlewat
subuhnya,bisa-bisa ndak mendapatkan berkah gusti Allah lho.
Tasripin
terus berupaya membangunkan adik-adiknya.
Anak-anak
penurut; memang.
Satu
per satu adiknya membuka mata. Sambil menguap tanda masih mengantuk.
Huuuaaahhhmmmm...
ngantuk kak. Dingin kak.
Iya kak. Masih
ngantuk. Hhhmmmm... dingin.
Keluhan
tiap pagi adik-adik mungilnya.
Kak,gendong ya –
Si
kecil Daryo merajuk minta gendong.
Dengan
penuh kasih,Tasripin menggendongnya.
Lima
belas menit kemudian,semua sudah siap.
Menjemput
panggilan adzan. Menuju mushala depan rumah.
Inilah
salah satu tugas Tasripin sebagai kepala keluarga.
Tidak
melupakan kewajiban membimbing dan mendidik adik-adiknya –
kepada
sang maha pencipta.
Membekali adik-adik
dengan akhlak baik; mengajar mengaji juga.
Mentari
mulai mengintip dari balik rimbunan daun-daun.
Mencoba
menelisik celah-celah dedaunan.
Tasripin
sudah sibuk menyiapkan keperluan adik-adiknya –
Mulai dari
memandikan,memasak,menyiapkan makan sampai menyuapi.
Semua
aktivitas dilakukan sendiri; tidak ada
yang membantu.
Rumah
bilik kayu; luas 5x7 meter persegi; satu kamar tidur 3x3 meter persegi.
Dapur
dengan tungku berbahan kayu bakar; perabotan sederhana.
Anak-anak zaman
sekarang tak mengenal tungku; tak bisa juga menyalakannya.
Sudah dimanja
dengan perabotan modern – serba listrik.
Namun,Tasripin
dengan cekatan dan piawai memakai tungku itu.
Rumah
Tasripin kala hujan menyerbu,pasti bocor mendera –
Sering dia
memanjat atap untuk memperbaiki; talang juga diperbaiki sendiri.
Rumah
tak layak huni –
Berbeda dengan
pemandangan di sebelah rumahnya: rumah gedong lantai keramik.
Seperti langit
dan bumi.
Rumah
Tasripin dilihat sungguh memprihatinkan.
Atap
sudah lapuk dimakan usia tak tersentuh perbaikan.
Menjadikan
rumah lembab; tidak sehat.
Yah... bocor.
Kapan kita bisa tidur enak ya kak? –
Keluh adik-adik
Tasripin.
Sabarlah dik,
Insya Allah pasti kita akan menikmati tidur tanpa bocor –
Tasripin
membesarkan hati adik-adiknya.
Hemm... tapi
sampai kapan seperti ini terus kak.
Bosan!
Keluh
adik-adik Tasripin. Tasripin membisu.
Di
rumah itu hanya ada 2 buah kursi, 1 meja mengisi ruangan.
Kamar
tidur beralas karpet plastik dan kasur lusuh juga kumal.
Lantai
semen sudah rusak disana-sini – Pecah-pecah.
Terbayang
betapa dingin kalau malam dan hujan mengguyur.
Jam
5.45 pagi –
Tasripin
cekatan memasak air tuk minum; menanak nasi –
Perkerjaan
yang selalu menemani tiap pagi datang.
Mencuci
pakaian milik sendiri juga adik-adiknya; membersihkan rumah.
Uh... Pegel
pinggang ini –
Keluh
Tasripin.
Daryo! Daryo!
Sini pakai baju.
Ayo sini! – Tasripin
memanggil adik bungsunya.
Pakai baju
seragamnya ya. Nanti kakak antar ke sekolah.
Nah! Selesai.
Ini sepatunya. Kita makan sama-sama yuk.
Ya kak! Kak...
nanti beli jajan ya. Daryo pengin jajan mie ramen di warung yu Sarti.
Iya kak! Dandi
juga pengin beli jajan. Riyanti juga kak. Beli ya kak.
Kemarin lihat
teman-teman jajan jadi pengin. Rengek ketiga adiknya.
Tasripin
hanya mengangguk-angguk saja. Pikirannya melambung kemana-mana.
Mana ada
duwit? Tidak ada uang di tangan; Meski
harga mie ramen hanya 500 rupiah.
Untuk membayar
hutang juga bingung –
Kemarin ambil
beras,gula,bumbu dapur dan lainnya di warung yu Sarti tanpa bayar.
Sekarang mau
hutang lagi. Tasripin
terpekur diam.
Bantuan
dari tetangga memang kadang ada; makanan,uang,juga
baju.
Mereka
juga menawarkan untuk mengasuh;
Tapi Tasripin
tidak mau. Memilih untuk mengasuh sendiri adik-adiknya.
Bapak
selalu mengirim uang; 800 ribu tiap bulan; membayar
listrik dan keperluan lainnya.
Tapi,sebelum
kiriman Bapak datang,uang sudah habis.
Ini
selalu terjadi dan pasti terulang selalu.
Ya... nanti
kakak belikan jajan. Sekarang makan.
Jangan rewel ya.
Anak-anak baik mesti nurut dan sabar.
Doakan kakak,nanti
dapat rizki banyak.
Daryo, ayo
dimakan. Kasihan nasinya nanti menangis lho.
Tasripin
membujuk adik-adiknya.
Ah...bosan kak.
Makan ini terus; kerupuk! Garam!
Uh...sebel!
sebel...
Iya kerupuk
lagi... kerupuk lagi! Bosan!
Kejadian
setiap makan.
Jangan seperti
itu. Kita mesti bersyukur hari ini masih bisa makan.
Allah memberi
kita rizki. Kita masih punya sisa beras.
Tasripin
terus membesarkan hati adik-adiknya.
Tasripin
beranjak. Dia mengambil mangkuk berisi mie instan.
Nah,hari ini
kita makan istimewa,alhamdulillah kemarin kakak diberi mie sama Bi Warni.
Hore... asik...
makan mie.
Teriak girang adik-adiknya kompak.
Senyum
Tasripin mengembang; lega rasanya.
Tasripin
menyayangi adik-adiknya. Dia akan berusaha membahagiakan mereka.
Ya
dia bekerja untuk mencukupi kebutuhan.
Tasripin
bekerja di sawah; mencangkul sawah milik
tetangga.
Mulai
bekerja dari jam 7 sampai jam 12.
Dia
bisa mengantungi upah 30 ribu sampai 40 ribu; kadang dibayar beras.
Dicukup-cukupkan
untuk menutup kebutuhan disisakan untuk jajan adik-adiknya.
Dia
tak peduli sengatan matahari membakar kulitnya.
Dia
berpikir mendapatkan uang untuk adik-adiknya.
/6/
Bekerja
bukanlah sebuah pilihan Tasripin.
Dalam
hatinya,dia ingin sekolah.
Tapi
apa daya; dia putus sekolah sejak kelas 3
SD
SPP
tak mampu dibayar: terlalu mahal baginya.
Padahal
masih ingin tetap sekolah.
Bayangan
sekolah dipelupuk mata. Menghiasi relung-relung jiwanya.
Sekolah
baginya hal yang terlalu jauh dijangkaunya.
Adiknya;Dandi
dan Riyanti juga tak sekolah; mereka tak
sanggup menghadapi ejekan teman-temanya. Apalagi Riyanti yang sakit;luka di
kepala – bahan olok-olokan teman-temannya.
Hanya
Daryo yang sekolah di PAUD.
Gedung
sekolah di dusunnya hanya untuk PAUD.
Tingkatan
yang lebih tinggi lagi harus ditempuh jauh –
Berkilo
meter ditempuh untuk menjangkaunya.
Melewati
hutan-hutan.
Cita-cita
Tasripin menggantung di awang-awang; cita-cita
menjadi guru.
Aku masih ingin
sekolah. Aku mesti bekerja.
Sekolah mimpi bagiku.
Entah kapan aku bisa sekolah lagi.
Tasripin
memudarkan impian sendiri.
/7/
13
April 2013
Kebahagiaan
datang menghampiri Tasripin.
Ya setelah media
memberitakannya; media lokal dan nasional.
Buncahan
hati yang terpendam,terungkap riang.
Ada
pejabat,ada orang biasa datang menyambangi; silih
berganti.
Ada
yang memperbaiki rumah, memberi kebutuhan pokok, baju, dan uang.
Mengajak
ke panti asuhan; saya tidak mau lah. Saya
tetap di sini saja.
Tasripin
menolak di bawa ke panti asuhan; mencintai
kampung halaman.
Senang,banyak
yang datang. Jadi banyak makanan.
Adik-adik jadi
tidak rewel.
Tasripin girang.
Asik... banyak
jajan. Banyak makanan.
Ini apa? makanan
apa ini?
Tasripin
dan adik-adiknya bertanya pada seorang pejabat datang membawa pizza.
Makanan
pizza asing baginya.
Ini namanya
pizza. Enak lho. Makanan dari Itali.
Ayo, dicoba. Pejabat itu
mengajak makan pizza bersama.
Oh, pizza. Baru
dengar namanya,heheheee...
Bantuan-bantuan
bergulir kepada Tasripin.
Bocah
malang ini bergembira.
Nanti kita
nginap di hotel menunggu perbaikan rumah ya.
Sebuah
ajakan menghampirinya. Tasripin diboyong ke hotel sementara.
Hotel? Seperti apa
rasanya tidur di hotel ya.
Enak tidak tidur
di hotel ya.
Tasripin
dan adik-adiknya bertanya-tanya.
Sesampai
di hotel. Jam menunjuk angka 9.30.
Menginap
di salah satu hotel di kota Satria; Purwokerto.
Kasurnya empuk
kak. Hore...hore... enak buat jingkrak-jingkrak kak –
Daryo
melompat-lompat girang di atas kasur.
Ini baru namanya
kasur dan tidur enak; bisa tidur nyenyak kita,kak!
Dingin juga
kamarnya,kak. Adik-adik
Tasripin bergembira.
Jam
10 pagi. Saat Tasripin sedang bersantai,bercanda.
Masih
ada dentuman keras di hati. Tasripin teringat Bapak –
Bapak kok tidak
pulang-pulang.
Ketika
hatinya sedang gundah; Bapak dan kakaknya muncul menghampiri.
Sontak
saja bocah-bocah itu menghambur ke pelukan Bapak.
Bapak!Bapak!Bapak!;kita
kangen sama Bapak.
Ada
tangis ada suka menyatu dalam indah.
Bapak.. Bapak...
jangan pergi lagi. Aku lelah mengurus adik-adik.
Ya Pak.. jangan
pergi lagi. Permintaan
Tasripin.
Ya,Bapak ndak
akan pergi lagi. Bapak janji akan mengurus kalian.
Maafkan
Bapak,nak!
Berpelukan,menangis
tumpah jadi satu dalam pertemuan itu.
Pertemuan
pertama mereka; Mengharukan!
Kini
Tasripin bisa benafas lega. Bapak yang dinanti,ditunggu telah kembali.
Tasripin
akan mengukir hari-hari indahnya. Keluarga sebagai topangan telah ada.
Kebahagaian
lainnya; Tasripin bisa melanjutkan
sekolah.
Dia
bisa mengukir cita-cita. Menggapai mimpi-mimpi.
Dia
juga mendapatkan impiannya; bisa beternak
kambing.
Perjuangan
melelahkan telah mendapatkan hasil.
Penderitaan
berakhir kebahagiaan.
Derita
Tasripin sebagai pembelajaran dan pengetahuan.
Ya masih ada
Tasripin lainnya.
Kejadian
ini sewaktu-waktu menjadi bom; ketika sikap
pongah tak peduli.
Menjadi
gunung es yang runtuh seketika –
Meruntuhi
keserakahan,kesombongan,keangkuhan dan ketidakpedulian.
Nasib
penerus bangsa mestinya mendapat prioritas utama.
Ah...
nasib... nasib.
Tasripin,kini
senyummu menyapa; senyum tulus.
Tuhan
sayang hambaNya; Tuhan tak tidur; selalu menepati janji; selalu tahu yang
terbaik.
***
1.
Keindahan
alam Indonesia mengundang decak kagum. Lukisan keindahan dari Tuhan. Anugrah
terindah yang dimiliki dan kebanggaan seluruh rakyat Indonesia. Untuk detailnya
bisa di lihat di http://meogg.blogspot.com/ atau http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan-Indonesia.
2.
Pendidikan
di Indonesia mengalami perubahan-perubahan. Sekolah-sekolah dirasa mahal. Tidak
berpihak kepada orang-orang miskin. Lihat lebih detail di http://riosanginspirator.blogspot.com/2011/09/sekolahnya-manusia-dan-orang-miskin.html
dan http://www.goodreads.com/book/show/1999153.Orang_Miskin_Dilarang_Sekolah.
3.
Kisah Tasripin diberitakan di http://edukasi.kompas.com/read/2013/04/17/09572597/Tasripin.Bocah.Sekecil.Itu.Menanggung.Beban.Keluarga. http://sosok.kompasiana.com/2013/07/15/kemandirian-tasripin-mengurusi-adiknya-576363.html. http://nasional.news.viva.co.id/news/read/405155-balada-bocah-13-tahun-hidupi-tiga-adik-kecil-di-banyumas.
Be First to Post Comment !
Posting Komentar