Ingin Bersama Ayah

Kamis, 27 Februari 2020


Langit pagi masih menyisakan kabut hitam tipis. Sisa air hujan pun terlihat di tanah, jadi becek. Pagi yang dingin membuat Arnez betah terlelap tidur berselimut tebal. Ini memang hari Minggu, biasanya kalau hari Minggu, Arnez bangun agak siang.
Ibu sudah membangunkannya sewaktu adzan subuh berkumandang. Ia pun bangun untuk sholat subuh lalu kembali tidur.
Kebiasannya itu dimaklumi oleh ibu. Ibu tahu dan paham kalau putrinya lelah karena aktifitasnya. Ibu membiarkan Arnez tiap hari Minggu bangun agak siang yang penting salatnya tidak pernah tertinggal.
Berbeda kalau Ayahnya ada di rumah, ia pasti bangun pagi entah hari Minggu atau bukan. Ayahnya memang jarang pulang karena bekerja di luar kota. Ayah pulang sebulan sekali. Ibu sedang memasak di dapur ketika Arnez bangun.
“Ibu! Selamat pagi. Wah bau masakan ibu sedap nih. Jadi lapar.” sapaan ceria Arnez. Ia duduk menungu ibu selesai masak.
“Iya dong. Ini nasi goreng kesukaanmu sayang. Tumben sudah bangun, biasanya setengah jam lagi. Apakah ada rencana pergi?” tanya Ibu sambil menaruh nasi goreng ke piring.
“Hemm... Itu Bu. Titi, Zola, dan Diar ngajak bersepeda. Kita janjian bertemu di rumah Zola pukul 08.00. Sekarang masih ada waktu untuk siap-siap supaya mereka tidak lama menunggu.” Arnez menjelaskan.
“O... Begitu ya. Berarti ibu sendirian nih di rumah.” Arnez hanya tersenyum mendengar perkataan ibu. Selesai makan, Ia bergegas ke garasi mengambil sepeda.
Assalamu’alaikum Bu...! Arnez pergi dulu ya.” pamit Arnez
Wa’alaikumsalam. Ati-ati sayang.” jawab ibu
Arnez mengayuh sepedanya sambil bernyanyi lirih. Sampai di depan rumah Zola, Arnez mendapati Bi Yuni.
“Pagi Bi Yuni. Zola Ada?” sapa Arnez. Bi Yuni menoleh seraya tersenyum.
“Eh... Non Arnez. Pagi juga Non. Oh iya tadi pagi Non Zola pesen kalau hari ini tidak jadi bersepeda bersama karena Non Zola diajak papa dan mama rekreasi. Terus Non Titi dan Non Diar juga katanya ikut keluarga ke Water Boom.” Bik Yuni memberitahu.
“O  ... Ya sudah, Bi! Terima kasih. Aku pamit dulu. Assalamu’alaikum.”
Waalaikumsalam. Sama-sama Non. Ati-ati.”
Arnez mengayuh sepedanya gontai. Ia mau bermain dengan siapa hari Minggu ini. Coba ayah ada di sini, pasti sekarang diajak jalan-jalan atau bersepeda bersama melihat pemandangan sawah atau keliling kampung.
“Uh... Sebel. Kapan aku bisa bareng Ayah? Kenapa mesti kerja jauh sih? Aku jadi jarang pergi bareng ayah” gerutu Arnez kesal.
Terik matahari mulai terasa. Arnez mempercepat laju sepedanya. Sampai di lapangan, ia berhenti, ia memandang lapangan yang sepi. Ia teringat saat berlatih sepeda. Ia sering jatuh, ayah membantunya berdiri dan belajar lagi. Ia jadi kangen dengan ayah. Arnez beranjak pulang. Hatinya sedih ingin bertemu dengan ayah. Harusnya di hari Minggu seperti ini bisa bersama ayah, ibu jadi lengkap sebagai keluarga bahagia.
“Braakk...!”
Arnez menaruh sepedanya dengan kasar. Ibu yang mendengarnya kaget.
“Arnez ... kok menaruh sepedanya begitu? Tidak mengucap salam juga. Kok cemberut juga. Bersepedanya jadi kan?” pertanyaan ibu memberondongnya.
Arnez duduk disebelah ibu. Wajahnya masih cemberut.
“Sayang, cerita sama ibu. Zola, Titi, dan Diar ada kan?” ucap ibu lembut seraya memberikan air minum.
“Tidak jadi bersepeda bersama!. Zola pergi rekreasi. Titi dan Diar ikut keluarga ke Water Boom.” sungut Arnez.
“O ... Begitu. Sayang, cemberutnya udah dong. Besok lagi kan bisa main sepeda. Hari ini Arnez bersama ibu. Kita bisa main congkak, baca buku, atau nonton film kartun bareng.” bujuk Ibu. Arnez hanya diam tidak memedulikan tawaran ibu. “Arnez, masa gara-gara tidak jadi bersepeda, ibu dicuekin. Ayolah sayang, tolong cemberutnya sudah ya.”
“Uhhhggg....”Arnez menghela nafas. Bersandar di sofa. “Ibu! Kapan Ayah pulang? Kok lama tidak pulang-pulang?“ tanya Arnez.
Ibu tatap lekat-lekat wajah Arnez. “Arnez kangen Ayah? Cemberutnya juga berhubungan dengan Ayah?”
Arnez mengangguk pelan. “Ibu! Arnez ingin seperti teman-teman yang lain bisa bersama-sama ayah. Bisa weekend lengkap dengan keluarga. Kapan Arnez rasakan itu semua? Arnez sedih jauhan dengan ayah. Arnez juga iri dengan teman-teman yang punya kesempatan bersama. Ada waktu banyak untuk berkumpul. Kenapa kita tidak ikut ayah saja, Bu?” gerutu Arnez.
“Sayang ... Ibu mengerti apa yang kamu rasakan. Ibu sebenarnya juga ingin kita bersama-sama Ayah di sana tapi untuk saat ini Ayah dan Ibu belum bisa mewujudkan keinginanmu. Di sana ayah sedang berusaha untuk mendapatkan tempat tinggal yang baik supaya kamu nyaman. Ayah juga ingin kamu bahagia di sana. Arnez, ayah dan ibu menginginkan yang terbaik untuk masa depan kita. Percayalah, Allah pasti mendengar doamu, doa kita. Sekarang perbanyaklah berdoa agar Allah cepat mengabulkan, mempermudah jalan kita untuk bersama.” kata ibu lembut. Arnez mencermati dan pahami kata-kata ibu.
“Iya! Tapi sampai kapan harus menunggu?” protes Arnez.
“Sayang ..., ayah dan ibu ingin secepatnya bersama. Kita juga lelah berjauhan tapi segala sesuatunya harus dipersiapkan matang. Arnez ingat selalu, meski ayah jauh tapi ayah tidak pernah lupa untuk menelpon dan ayah juga sering menyempatkan untuk pulang. Ayah juga tidak pernah melewatkan ulang tahunmu atau moment penting kamu. Kamu lihat di luar sana masih banyak anak-anak yang menderita karena di tinggal oleh orang tuanya. Arnez ingat kunjungan kita ke Panti Asuhan, di sana Arnez bertemu dengan Lila, anak seusia Arnez yang sejak bayi tinggal di Panti Asuhan karena dibuang oleh orang tuanya. Arnez harus belajar lebih sabar lagi ya.” Ibu menasihati.
Arnez tertegun mendengar perkataan Ibu. Ia menyesal telah bersikap kurang baik.
“Maafkan Arnez, Bu. Arnez janji tidak akan cemberut lagi atau iri melihat teman-teman bersama Ayah. Arnez juga akan mendoakan ayah dan ibu.” ucap Arnez seraya memeluk ibu. Air matanya menetes. Ia seharusnya lebih sabar lagi.
“Iya ... sayang. Sekarang kita salat dhuhur, lalu makan siang. Oh iya ... Tadi Ayah telepon, katanya nanti malam sudah sampai di rumah. Terus besok pagi mau ajak Arnez, Ibu ke Kebun Raya. Besok kan tanggal merah, ayah libur jadi disempatkan pulang. Ayah juga berpesan supaya Arnez tidur lebih awal agar bisa berangkat pagi-pagi” kata Ibu.
“Beneran Bu? Yeah ... Asyiiikkk! liburan bersama ayah dan ibu. Terima kasih ya Allah.” Arnez girang.
Ibu tersenyum melihat tingkah Arnez.
“Ayuk ... Kita salat dulu” ajak Ibu.
Arnez mengangguk. Ia gembira karena besok bisa bertemu Ayah dan diajak jalan-jalan. Dalam hatinya, ia bersyukur ibu begitu sayang. Ayah juga sayang meski jauh. Nasibnya masih baik jika dibandingkan dengan Lila yang ditinggal ayah dan ibunya di Panti Asuhan dan belum pernah bertemu.




Be First to Post Comment !
Posting Komentar

EMOTICON
Klik the button below to show emoticons and the its code
Hide Emoticon
Show Emoticon
:D
 
:)
 
:h
 
:a
 
:e
 
:f
 
:p
 
:v
 
:i
 
:j
 
:k
 
:(
 
:c
 
:n
 
:z
 
:g
 
:q
 
:r
 
:s
:t
 
:o
 
:x
 
:w
 
:m
 
:y
 
:b
 
:1
 
:2
 
:3
 
:4
 
:5
:6
 
:7
 
:8
 
:9